Oleh Seto Purnomo, S.H
15:34 - 01 Aug 2025
Dalam beberapa waktu terakhir, publik kembali disuguhkan dengan istilah hukum yang tidak asing namun masih sering disalahpahami: amnesti dan abolisi. Dua istilah ini kembali mencuat ke permukaan setelah Presiden Republik Indonesia memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong). Langkah ini menuai berbagai tanggapan, dari yang mendukung hingga yang mempertanyakan motif dan prosedurnya.
Di tengah dinamika politik dan hukum nasional, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa amnesti dan abolisi bukanlah bentuk kebal hukum atau pelarian dari proses keadilan. Keduanya adalah instrumen konstitusional yang telah diatur secara sah dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan:
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Artinya, Presiden memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan amnesti dan abolisi, tetapi tidak bisa dilakukan secara sepihak. Mekanisme ini membutuhkan pertimbangan dan persetujuan DPR, sebagai bagian dari prinsip checks and balances dalam sistem demokrasi.
Secara etimologis, istilah amnesti berasal dari bahasa Yunani amnestia, yang berarti “melupakan”. Dalam hukum, amnesti adalah tindakan pengampunan yang diberikan negara terhadap satu atau sekelompok orang atas tindakan pidana tertentu, yang umumnya bermuatan politik atau ideologis. Pemberian amnesti tidak hanya menghentikan proses hukum, tetapi juga menghapuskan status pidana dan seluruh akibat hukum dari perbuatan tersebut, seolah-olah peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi.
Sementara itu, abolisi berasal dari kata Latin abolitio, yang berarti “penghapusan”. Dalam konteks hukum, abolisi adalah tindakan untuk menghentikan proses hukum pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang, tanpa menghilangkan sifat pidananya. Jadi, berbeda dengan amnesti, abolisi tidak menghapus perbuatannya, hanya proses hukumnya saja yang dihentikan.
Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan, dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkara yang menjeratnya sarat muatan politik dan dapat mengganggu stabilitas demokrasi. Sementara abolisi kepada Tom Lembong, mantan Kepala BKPM dan tokoh ekonomi nasional, diberikan dengan alasan penghentian proses hukum yang dianggap tidak layak diteruskan, serta untuk menjaga kredibilitas dan reputasi internasionalnya.
Sejarah Indonesia mencatat bahwa kewenangan ini bukan hal baru. Pada 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan amnesti kepada para eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam rangka implementasi kesepakatan damai di Helsinki. Di masa Presiden BJ Habibie, abolisi diberikan kepada sejumlah aktivis mahasiswa 1998 yang tengah menjalani proses hukum akibat gerakan reformasi.
Meski sah secara konstitusional, penggunaan amnesti dan abolisi selalu mengundang perdebatan. Wajar, karena kebijakan ini menyentuh ranah sensitif: antara keadilan hukum dan kepentingan politik. Oleh karena itu, transparansi proses, pertimbangan etis, serta keterbukaan informasi kepada publik menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan preseden buruk di kemudian hari.
Masyarakat perlu menyadari bahwa kewenangan ini tidak boleh dimaknai sebagai bentuk impunitas atau penghentian hukum secara sewenang-wenang. Dalam banyak kasus, amnesti dan abolisi menjadi jalan tengah dalam situasi kebuntuan hukum atau ketegangan politik, dan sering kali menjadi bagian dari strategi rekonsiliasi atau perlindungan hak asasi manusia.
Sebagai bagian dari masyarakat hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, Sinergi Legal Network mendorong agar pemahaman publik terhadap mekanisme amnesti dan abolisi terus ditingkatkan. Dengan pemahaman yang baik, kita dapat membedakan antara kebijakan hukum yang sah dan praktik kekuasaan yang menyimpang. Kritis terhadap keputusan negara itu penting, tetapi harus disertai dengan pengetahuan hukum yang memadai.
🖋️ Sinergi Legal Network
Menerangi Pemahaman Hukum, Menjaga Keadilan Bersama
Bagikan
Abolisi dan Amnesti: Dua Wewenang Konstitusional yang Perlu Dipahami
"Jangan Pernah Beli Tanah Sebelum Baca Ini – Banyak yang Menyesal!"
Taman Nasional Tesso Nilo: Dari Kawasan Konservasi Menjadi Perkebunan Sawit – Sebuah Pelanggaran Hukum yang Terstruktur?
Tips Menjadi Mahasiswa Hukum Andal: Bekal Awal Menjadi Penegak Keadilan